PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo menggungat Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) terkait dugaan melawan hukum dalam pengosongan Hotel Sultan. Gugatan perdata itu dilayangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Pada hari ini sebagaimana sudah kita ketahui bersama ada gugatan perdata perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh PT Indobuildco terhadap Mensekneg, PPKGBK, Menteri ATR/BPN dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat terkait dengan klaim kepemilikan atas lahan seluas 13,7 (hektare) Kawasan Hotel Sultan yang dinyatakan sebagai aset Negara,” kata kuasa hukum PT Indobuildco, Yosef Benediktus Badeoda dalam keterangannya, Senin (23/10/2023).
Dia mengatakan PT Indobuildco sebagai badan hukum perdata pemegang HGB No 26 dan HGB No 27 menggugat Sekneg cq PPKGBK sebagai badan hukum perdata pemegang hak atas HPL No 1/Gelora terkait sengketa hak atas lahan di kawasan Hotel Sultan. Dia menyebut PPKGBK menggunakan alat negara berupa polisi dan tentara untuk melawan PT Indobuildco.
“Jadi jelas dalam perkara ini PT Indobuildco melawan Sekneg cq PPKGBK yang menjalankan fungsinya sebagai badan hukum perdata pemegang hak atas tanah yang dalam hal ini pemegang HPL No 1/Gelora. Ini harus dipahami publik karena selama ini PT Indobuildco diposisikan sebagai pihak yang melawan negara,” ujarnya.
“Yang perlu menjadi perhatian publik adalah penggunaan alat negara polisi dan tentara oleh Sekneg cq PPKGBK sebagai badan hukum perdata untuk melawan PT Indobuildco dalam sengketa hak atas lahan kawasan Hotel Sultan. Sekneg cq PPKGBK justru memposisikan dirinya sebagai negara yang melawan warganya sendiri dan PT Indobuildco diposisikan sebagai warga yang melawan kekuasaan negara,” tambahnya.
Dia mengatakan PPKGBK mengklaim HGB No 26 dan HGB No 27 sudah habis jangka waktunya tahun 2023 dan tidak diperpanjang sehingga kembali menjadi aset negara dalam ini HPL No 1/Gelora. Dia menyebut klaim itu tak benar lantaran ada pembaruan hak atas HGB tersebut hingga tahun 2053.
“Hal ini keliru dan tidak benar karena dalam SK HPL No 1/Gelora disebutkan jangka waktu HGB No 26/27 habis tahun 2003 BUKAN tahun 2023 tetapi faktanya HGB 26/27 tersebut telah diperpanjang sampai tahun 2023 di atas tanah negara bebas dan selanjutnya ada pembaruan hak sampai tahun 2053. Jadi keberlakuan HGB 26/27 diatur undang-undang bukan oleh SK HPL No 1/Gelora. Oleh karena itu diktum keenam SK HPL No 1/Gelora tidak bisa lagi digunakan karena sudah tidak relevan. Selain itu, Sekneg cq PPKGBK tidak dalam kapasitas untuk menyatakan HGB No 26/27 tidak diperpanjang atau menolak pembaruan hak HGB 26/27 karena HGB No 26/27 terbit di atas tanah negara bebas BUKAN di atas HPL No 1/Gelora atau setidak-tidaknya belum menjadi bagian dari HPL No 1/Gelora,” tuturnya.
Dia mengatakan PPKGBK harus melakukan pembebasan atau pelepasan hak dari PT Indobuildco jika HGB sudah habis. Dia mengatakan syarat itu tidak pernah dipenuhi.
“Dalam diktum keenam SK HPL No 1/Gelora disebutkan HGB No. 26/27 masuk bagian HPL No 1/Gelora apabila sudah habis jangka waktunya dan disebutkan di situ tahun 2003, namun ada syaratnya yaitu Sekneg cq PPKGBK selaku Pemegang HPL No 1/Gelora harus melakukan pembebasan/pelepasan hak terlebih dahulu dari PT Indobuildco selaku pemegang HGB No 26/27 sesuai Diktum kedua dan Ketujuh SK HPL No 1/Gelora,” ujarnya.
“Syarat ini tidak pernah terjadi atau dipenuhi sehingga sehabis masa pemberian hak, jangka waktu HGB 26/27 diperpanjang di atas tanah negara bebas hingga tahun 2023. Apabila masa perpanjangan selesai dan syarat diktum kedua dan ketujuh SK HPL No 1/Gelora belum juga terpenuhi oleh Sekneg cq PPKGBK, maka HGB No 26/27 sehabis masa perpanjangannya, dapat diperbarui 30 tahun lagi oleh pemegang haknya tetap di atas tanah negara bebas. Artinya, jangka waktu berlakunya HGB itu 80 tahun dan bila tidak dimanfaatkan lagi oleh pemegang hak lama (hak prioritas), maka lahan tersebut kembali menjadi tanah negara bebas bukan menjadi bagian dari HPL No. 1/Gelora,” sambung dia.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya.