Jakarta –
Pungli di Imigrasi kembali terulang dan lagi-lagi di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Modusnya sama yaitu menarik pungutan liar (pungli) di jalur fast track. Ada apa dengan Imigrasi?
Dalam catatan detikcom, Jumat (17/11/2023), kasus pertama diungkap oleh Polda Metro Jaya Jakarta. Kala itu, polisi sedang mengungkap modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berupa penjualan organ ginjal. Selidik punya selidik, para korban diberangkatkan lewat Bandara Ngurai Rai lewat jalur Fast Track Imigrasi.
Dari hasil pemeriksaan kami terhadap tersangka dan korban pendonor ini, kami dapati sebagian besar pendonor ginjal internasional ini berangkat dari Bandara Ngurah Rai,” kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi pada Juli 2023.
Jalur istimewa ini menyeret 4 petugas Imigrasi menjadi tersangka.
“Di Bandara Ngurah Rai ini masalah fast track atau fast lane ini tidak ada di SOP. Tetapi, apabila ada dari instansi-instansi untuk percepatan, diskresi orang lanjut usia, orang hamil, kemudian difabel, atau kemudian MoU dengan perusahaan BUMN itu boleh (lewat fast track). Nah diskresi ini yang disimpangkan, yaitu menerima orang-orang melalui oknum tertentu, ya salah satunya korban TPPO ginjal ini,” ucpa Hengky.
Oknum imigrasi mendapatkan bayaran paling rendah Rp 3,5 juta dari satu orang yang akan diberangkatkan. Diketahui sejak 2019, sudah ada 122 korban TPPO yang telah melakukan transplantasi ginjal di Kamboja melalui sindikat ini.
“Setelah kita kembangkan, ternyata ini terjadi secara sistemik, di mana tersangka ini menerima sejumlah uang sebesar Rp 3,2 juta sampai dengan Rp 3,5 juta, bahkan ada juga Rp 3,7 juta,” beber Hengky.
Lima bulan berlalu, pungli di fast track itu kembali marak. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali yang menerima sejumlah aduan langsung bertindak. Jaksa melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) ke lokasi dan menetapkan 5 tersangka. Kasus pungli tersebut diduga tak hanya dilakukan oleh eks Kepala Seksi Pemeriksaan I, Hariyo Seto yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasi Penkum Kejati Bali Putu Eka Sabana menuturkan Hariyo Seto bukan satu-satunya kepala seksi di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai. Menurutnya, ada tiga kepala seksi lain yang bertugas di divisi yang sama dengan Hariyo.
“Ada grup yang lain lagi. Bravo, Charlie, Delta. Seperti itulah. Nah, penyidik sekarang sedang mendalami itu,” kata Eka kepada detikBali, Jumat (17/11/2023).
OTT jaksa ini malah disorot oleh Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan dan mengatakan jaksa seharusnya tidak perlu melakukan OTT.
“Kami ini, Pak, jaksa diganggu saja saya marah, Pak. Ngapain sih, kan ada pimpinannya, kalau mau apa-apa, ke kejadian ada apa-apa jaksa ya, ada OTT ,ada apa, ada apa, kita kurang senang Pak. Kan nggak usah pakai OTT bisa tegur langsung copot jabatan, ngapain OTT, waktu itu saya sempet di-bully media Arteria tidak setuju OTT penegak hukum dan sebagainya,” kata Arteria.
Arteria mengatakan tidak ada restorative justice yang diterapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap para petugas Imigrasi yang memungut biaya terhadap warga negara asing yang menggunakan fasilitas fast track dari Rp 100 ribu sampai Rp 250 ribu per orang.
“Yang dirusak itu bukan hanya orang, ada anak yang ikut sekolah kedinasan, main enak-enak tersangka, tidak ada restorative justice Pak, kalau Bapak cerita itu sudah nggak ada. Restorative justice itu sudahlah bicara kaum elite, penerapan lapangannya tidak ada,” ujar Arteia.
“Saya sudah coba, ada tidak sih jalan keluar, yang kita lakukan nyerang institusi, mahal, Pak, sama institusi Kejaksaan kita jaga betul, kenapa karena kalau terganggu mahal pulihnya,” imbuh Arteria.
Hingga berita ini diturunkan, Ditjen Imigrasi belum memberikan pernyataan resmi atas OTT jaksa itu.
Simak Video ‘Momen 5 Petugas Imigrasi Bandara I Gusti Ngurah Rai Diringkus Gegara Pungli’:
(asp/dnu)