Jakarta –
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi NasDem, Irma Suryani Chaniago merespons soal permintaan Komnas Perempuan yang minta bertemu dengan pimpinan DPR terkait RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang belum juga disahkan. Irma mengungkap penyebabnya.
Irma awalnya mengatakan Fraksi NasDem dua pekan lalu sempat menerima audiensi Komnas Perempuan. Dia mengatakan bahwa RUU PPRT seharusnya sudah bisa disahkan pada tahun 2019 karena telah masuk dalam Prolegnas.
“Dua minggu lalu Komnas Perempuan audensi ke fraksi Nasdem. Kami sejak awal 2014 konsisten mengawal RUU PPRT, saya yang selalu menemui kawan-kawan Jala PRT. Sesungguhnya RUU ini sudah harus diundangkan sejak masuk prolegnas tahun 2019 dan sudah di tangan pimpinan DPR untuk segera di bahas di komisi 9 atau di baleg. Namun sampai saat ini RUU ini msh mandeg dan tidak diparipurnakan,” kata Irma kepada wartawan, Sabtu (15/6/2024).
Irma mengatakan bahwa NasDem terus berupaya agar RUU PPRT ini segera disahkan. Apalagi salah satu rekan partainya dari NasDem, Rachmad Gobel, merupakan Wakil Ketua DPR.
“Kami dari fraksi Nasdem berkomitmen dan terus meminta pimpinan DPR melalui wakil pimpinan DPR Bapak Rachmad Gobel untuk segera dapat ditindaklanjuti. Tetapi tidak tahu apa kendalanya sehingga para pahlawan devisa negara ini tidak mendapatkan pengakuan hukum atas posisinya sebagai anak bangsa yang memiliki hak yang sama sebagai pekerja,” katanya.
Irma menyebut polemiknya adalah PRT bekerja di rumah majikan, yang katanya seakan sulit menyamakan perlindungannya dengan pekerja lainnya. Hal ini, kata Irma, tentu menjadi PR baginya.
“Komitmen kami konsisten bahwa Penata Rumah Tangga sama posisinya dengan pekerja lainnya. Tetapi memang karena keberadaannya ada di dalam rumah majikan memang tidak bisa mendapatkan hak yang sama dengan pekerja di perusahaan. Salary yang diperoleh bisa berdasarkan negosiasi antara dua pihak. Namun tetap dalam format saling menghargai dan menguntungkan,” katanya.
“Jika di dalam negeri mereka tidak dapat perlindungan bagaimana mereka akan minta perlindungan di negara orang. Harus ada payung hukum yang melindungi mereka maupun majikan agar hak dan kewajiban terpenuhi bersama,” tambahnya.
Komnas Perempuan Minta DPR Audiensi
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak pemerintah dan DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Komnas Perempuan telah bersurat ke pimpinan DPR agar bisa bertemu dan mendorong RUU ini disahkan menjadi undang-undang.
Dalam keterangan yang diterima, Sabtu (15/6/2024), Komnas Perempuan menyampaikan tuntutan ini dalam rangka memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional setiap 16 Juni. Peringatan Hari PRT Internasional menjadi momen penting bagi dunia untuk menghargai dan memberikan pelindungan terbaik kepada PRT.
Komnas Perempuan menyebut selama ini PRT bekerja untuk mengurus rumah tangga dan anggota keluarga di dalamnya yang masuk dalam kategori kerja perawatan (care-work). Sejalan dengan perkembangan sosial dan ekonomi, khususnya meningkatnya keterlibatan perempuan dalam pasar tenaga kerja, pekerjaan ini bertransformasi dari kerja tak berbayar yang bercorak perhambaan (servitude) menjadi kerja reproduksi sosial yang menjadi bagian dari sektor jasa (service work). Kerja kerumahtanggaan dialihkan kepada tenaga kerja pengganti, yaitu PRT.
Namun, lanjut Komnas Perempuan, jenis pekerjaan ini dikonstruksikan sebagai sektor kerja tidak produktif, bagian dari pekerjaan kodrat, dan tidak membutuhkan keahlian. Karena itu, kemudian pekerjaan rumah tangga dinilai tidak membutuhkan pengaturan perlindungan yang bersifat formal, melainkan hasil negosiasi sedemikian rupa atau berdasarkan kerelaan atau kemurahhatiaan pemberi kerja.
Komisioner Tiasri Wiandani mengingatkan bahwa kondisi kerja tidak layak PRT harus segera diperbaiki sebagai bagian dari pemenuhan tanggung jawab negara terhadap Hak Perempuan Pekerja sekaligus Hak Konstitusional Perempuan. Pengakuan dan perlindungan hukum untuk memperbaiki kondisi dan situasi kerja layak mendesak pengaturannya. Salah satunya melalui RUU PPRT yang sudah 20 tahun berproses namun tidak kunjung disahkan.
Akibatnya, kata dia, sampai saat ini sebagai pekerja, PRT terus mengalami situasi rentan, kerja tidak layak, dan berbagai tindak kekerasan, penganiayaan, bahkan perbudakan.
“Situasi ini seharusnya menjadi pertimbangan DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT yang telah diperjuangkan selama 20 tahun. Terutama mengingat DPR RI telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR pada Maret 2023. Presiden juga telah mengirimkan DIM (Daftar Inventaris Masalah) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR,” kata Tiasri Wiandani.
(azh/dhn)