Jakarta –
Hakim Tunggal PN Bandung Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan yang dilayangkan Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menghargai putusan Pengadilan Negeri Bandung yang membatalkan status tersangka Pegi Setiawan.
“Kita hargai putusan pengadilan, Pegi jelas di situ adalah bebas ya pada waktu praperadilan. Sehingga tentunya kepolisian semua menyampaikan mereka menghargai putusan itu,” kata Hadi Tjahjanto kepada wartawan di hotel kawasan Jakarta Pusat, Kamis (12/7/2024).
Tak hanya buat Pegi Setiawan, Hadi memperbolehkan para tersangka yang namanya terseret dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina pada 2016 silam untuk mengajukan peninjauan ulang. Syaratnya tentu saja jika mereka memiliki bukti baru yang menguatkan.
“Namun ada pertanyaan, bagaimana teman-temannya yang masuk, yang sudah delapan tahun yang lalu. Silakan kalau memang ada ditemukan kemungkinan bukti baru. Kalau bukti baru silakan untuk dilaksanakan peninjauan kembali,” jelas Hadi.
PN Bandung Kabulkan Praperadilan Pegi Setiawan
Seperti diketahui, PN Bandung mengabulkan praperadilan Pegi Setiawan. Pegi pun dibebaskan atas status tersangka kasus pembunuhan Vina dan M Rizky atau Eky di Cirebon pada 2016 silam.
Dalam putusannya, hakim tunggal PN Bandung Eman Sulaeman menyatakan sejumlah pertimbangan atas perkara tersebut. Hakim menyebut Polda Jabar tidak melakukan pemeriksaan sesuai prosedur, di antaranya tidak memeriksa Pegi sebelum ditetapkan menjadi tersangka.
“Menimbang bahwa hakim tidak sependapat dengan dalil dari termohon yang mengatakan tidak perlu pemanggilan atas pemohon,” kata Eman Sulaeman saat membacakan putusan di PN Bandung, Senin (8/7).
Menurut Eman, tindakan yang dilakukan Polda Jabar tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2020 tentang Manajemen Penyidkman Tindak Pidana, dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Jadi, Eman menyatakan penetapan DPO terhadap Pegi Setiawan tidak sah secara hukum.
“Karena keluarga harus tahu pemohon masuk ke dalam DPO,” ucapnya menambahkan.
Pertimbangan lainnya, hakim tidak sependapat dengan termohon dalam hal ini Polda Jabar maupun ahli yang dihadirkannya mengenai prosedur penetapan tersangka. Menurut hakim, proses penetapan tersangka harus dilakukan terlebih dahulu dengan pemeriksaan calon tersangka tersebut.
“Hakim menimbang penetapan tersangka tidak hanya bukti permulaan cukup dan bukti cukup, dua alat bukti harus ada pemeriksaan calon tersangka dulu,” ungkapnya.
Hakim pun menyatakan penetapan tersangka tidak hanya bukti permulaan cukup dan bukti cukup dua alat bukti karena harus ada pemeriksaan calon tersangka dulu. Ia mengatakan putusan mahkamah konstitusi terkait pemeriksaan calon tersangka bersifat mengikat dan harus dipatuhi.
“Fakta di persidangan tidak ditemukan bukti satu pun pemohon dalam penyidikan pernah diperiksa sebagai calon tersangka,” pungkasnya.
(dek/dek)