Depok –
Pihak SMPN 19 mengakui adanya manipulasi nilai rapor 51 siswanya hingga dianulir SMAN di Depok. Kepala Sekolah SMPN 19, Nenden Eveline, mengatakan siap menerima konsekuensi atas kesalahan tersebut.
“Jadi memang sudah dari proses yang kami jalani memang kami akui memang ada kesalahan dan kami juga sudah siap dengan konsekuensinya nanti bersama dengan disdik, seperti itu,” kata Nenden kepada wartawan, Rabu (17/7/2024).
Dia mengatakan secara sistem tidak memungkinkan adanya katrol nilai. Namun, ia enggan menjelaskan mekanisme terjadinya manipulasi nilai rapor 51 siswa tersebut.
“Tidak (memungkinkan katrol nilai). Kami sudah sampaikan, sudah sampai di Itjen ya, jadi sudah dijelaskan semua di sana,” tuturnya.
Nenden enggan menjelaskan terkait duduk permasalahan manipulasi rapor tersebut. Dia menyebut pihaknya diminta untuk tidak memberikan konfirmasi sampai permasalahan selesai.
“Karena kami punya orang tua, dinas pendidikan gitu lho jadi Dinas pendidikan kan juga sudah tahu. Jadi kami diminta untuk menunggu saja untuk tidak memberikan, istilahnya konfirmasi, sampai ini selesai gitu,” ucapnya.
Dia mengatakan pihaknya bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Depok bertanggung jawab terhadap 51 calon peserta didik (CPD) yang dianulir SMAN tersebut untuk bersekolah di swasta.
“Yang jelas kami bersama dinas pendidikan bertanggung jawab gitu ya untuk 51 peserta didik kami yang dianulir ini. Kami pastikan nanti bersekolah tapi di sekolah swasta. Mungkin itu saja yang bisa kami sampaikan untuk saat ini mudah-mudahan paham gitu,” tuturnya.
Dia mengatakan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek sudah memproses permasalahan itu. Dia mengatakan siap menerima konsekuensi yang bakal dilayangkan.
“Karena ini sudah diproses, kami juga sudah sampai kepada Itjen kemarin ya. Sedang berproses dan masih berproses juga. Orang tua kami dinas pendidikan juga sudah tahu gitu. Dan kami memang salah gitu lho dan siap dengan konsekuensinya,” tutupnya.
Awal Mula Skandal Katrol Nilai Terungkap
Ade mengatakan awalnya bidang pengawasan PPDB Jabar dan Panitia PPDB salah satu SMAN di Kota Depok, melakukan validasi ke SMP yang merupakan sekolah asal calon siswa tersebut.
Data itu lalu disandingkan antara nilai rapor yang diunggah oleh CPD dengan buku rapor, dan juga buku nilai yang ada di sekolah. Pada awalnya, tidak ada perbedaan nilai atau sesuai.
“Nah, tentu karena nilai semua sama, yang di-upload, buku rapor yang bersangkutan, nilai rapor di sekolah juga sama. Jadi 51 CPD ini diterima jalur prestasi rapor,” jelas Ade.
Verifikasi selanjutnya dilakukan dengan mengecek e-rapor. Namun, karena Pemkot Depok tak dapat mengakses, pengecekan e-rapor dilakukan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek.
“Karena tidak bisa diakses oleh Pemda, jadi akhirnya dibuka di e-rapor di Kemendikbudristek. Ternyata nilainya (di e-rapor) tidak sama dengan nilai yang di upload dengan buku rapor maupun buku nilai dari sekolah,” tuturnya.
Karena nilai 51 CPD tak sesuai dengan e-rapor, Itjen Kemendikbud bersama Disdik Jabar menelusuri. Akhirnya, terbukti adanya istilah ‘cuci rapor’ atau manipulasi data.
“Dan akhirnya diketahui jelas lah, ada istilahnya di Depok itu ‘cuci rapor’ ya, ada cuci rapor yang dilakukan oleh sekolah. Nah, jadi bagi kami di PPDB Jabar karena ada perbedaan nilai dan ini apalagi gitu ya, hal yang sangat memalukan begitu ya,” tuturnya.
Karena terbukti memanipulasi data, sebanyak 51 CPD itu pun terpaksa dianulir dari delapan SMAN di Depok. Manipulasi dilakukan dengan menaikkan nilai di rapor sebanyak 20%.
(jbr/jbr)