Rombongan prewedding yang membawa flare pemicu kebakaran kawasan Gunung Bromo lapor balik pihak Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS). Laporan dilayangkan karena pengelola wisata Gunung Bromo dianggap lalai.
Meski telah ditetapkan seorang tersangka, kasus terus berlanjut. Babak barunya, kuasa hukum rombongan prewedding mengancam akan melaporkan Balai Besar TNBTS karena disebut juga melakukan kesalahan yang memicu terjadinya kebakaran.
Berikut sederet hal yang diketahui sejauh ini terkait babak baru rombongan prewedding ancaman lapor balik pengelola TNBTS terkait kasus kebakaran Gunung Bromo, dirangkum detikcom, Minggu (17/9/2023):
Rombongan prewedding yang tediri dari lima orang yang berstatus saksi telah menemui tokoh masyarakat Suku Tengger. Mereka meminta maaf bahwa kegiatan prewedding yang dilakukan justru memicu kebakaran Bromo.
“Permohonan maaf ini kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Suku Tengger yang bermukim di lereng Gunung Bromo. Kepada tokoh adat Tengger dan seluruh pemerintah, mulai dari Bapak Presiden dan Wakil Presiden, pemerintah provinsi hingga kabupaten,” kata Hendra Purnama, calon pengantin yang menyewa jasa WO (Wedding Organizer) untuk foto prewedding, dilansir detikJatim, Jumat (15/9/2023).
Sementara, Kepala Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo Sunaryono menyatakan pada intinya masyarakat dan tokoh Suku Tengger telah menerima permintaan maaf para saksi yang terlibat prewedding tersebut.
2) Kuasa Hukum Anggap TNBTS Turut Bersalah
Kuasa hukum tersangka dan saksi kebakaran di Bukit Teletubbies, Gunung Bromo, menuntut keadilan dari penegak hukum. Menurutnya, pengelola wisata Gunung Bromo (TNBTS) juga tak lepas dari kesalahan yang menyebabkan kebakaran.
“Terkait dengan perkara ini tentunya kami berharap kepada penegak hukum terhadap klien kami yang saat ini ditahan adanya putusan yang seadil-adilnya. Karena sudah jelas ini tidak ada kesengajaan dan kami juga sudah minta maaf,” kata Mustaji, Kuasa Hukum tersangka dan 5 orang rombongan prewedding yang masih berstatus saksi, Jumat (15/9/2023).
3) Kuasa Hukum Sebut SOP Pengawalan Lemah
Mustaji menyebut, sehari setelah kejadian atau ketika dia menerima kuasa untuk mendampingi para rombongan prewedding tersebut, dirinya mulai melakukan penelusuran. Hasilnya, kesalahan bukan hanya dilakukan kliennya saja, melainkan juga ada kesalahan dari pengelola wisata Gunung Bromo, atau BB TNBTS.
“Yaitu adanya kelemahan dari petugas TNBTS sendiri. Di mana aturannya dalam pengelolaan wisata ini harus ada pengawalan atau imbauan kepada pengunjung. Jadi setelah pengunjung bayar (tiket masuk) tidak langsung dibiarkan berkeliaran,” kata Mustaji.
Akibatnya, kata Mustaji, pengunjung bisa saja tidak tahu hal yang harus dilakukan dan hal yang dilarang. Beda lagi jika sudah ada pengawalan, termasuk memeriksa barang bawaan yang dikhawatirkan menimbulkan risiko dan harus menyesuaikan juga dengan situasinya.
“Petugas itu harusnya begitu, jangan hanya menerima tiket lalu dilepas begitu saja, tapi ada SOP pengamanan bagaimana. Jadi klien kami tidak tahu dampak dari flare ini,” ujarnya.