Jakarta –
Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil diduga menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan pekerjaan rumah kepada BPK agar kejadian ini tak terulang lagi.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut bahwa BPK memiliki penilaian dan pengawasan berjenjang. Sistem ini berguna untuk menghindari kesalahan pemeriksaan.
“Tim itu di-review oleh supervisor, supervisor di-review lagi oleh Kepala perwakilan, dan ketika akan memberikan opini WTP pasti juga akan di-review lagi oleh anggota-anggota yang membawahi wilayah tersebut. Jadi ada review berjenjang sebetulnya,” kata Alexander, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (8/4/2023).
Ketika ada sesuatu yang salah dan terjadi suap, maka BPK perlu mengecek dan mengevaluasi proses tersebut. Pengawasan atasan harus diperkuat lagi oleh BPK.
“Ini pasti ada sesuatu yang nggak matching di situ. Tentu ini menjadi PR buat BPK untuk lebih memperkuat mekanisme review tadi dalam proses audit itu. Supaya apa? Hal-hal yang dilakukan di bawah itu bisa diawasi oleh jenjang yang di atasnya,” katanya.
“Ada pengawasan berjenjang dan itu harus diperkuat di BPK, selain pengawasan oleh Inspektorat di BPK sendiri juga perlu ditingkatkan,” katanya.
Diketahui, KPK menemukan ada uang RP 1,1 miliar yang diberikan oleh Adil dan Fitria Negsih selaku Kepala BPKAD Kab Meranti, kepada Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa. Tujuannya, agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti 2022 mendapat predikat baik sehingga memperoleh opini WTP dari BPK.
“Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA menerima uang sejumlah sekitar Rp26, 1 Miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik,” kata Alexander.
(aik/idh)