Jakarta –
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut anak AG, terdakwa kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17), dengan pidana 4 tahun penjara. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai tuntutan jaksa cukup adil.
Abdul Fickar awalnya menuturkan AG yang berusia 15 tahun telah dipenuhi haknya selama proses peradilan anak. Abdul Fickar mengatakan ada 3 keistimewaan yang didapat AG dibanding dua tersangka lainnya, Mario Dandy Satryo (20) dan Shane Lukas (19).
“Karena AG anak, ada tiga keistimewaan yang diberikan dalam UU Perlindungan Anak. Petama, sidangnya tertutup. Kedua, penahanannya dalam setiap tingkatan hanya boleh 14 hari dan bisa diperpanjang 10 hari oleh pengadilan tinggi. Ketiga, tuntutan maupun hukumannya hanya separuh dari orang dewasa,” papar Abdul Fickar dalam keterangannya pada Sabtu, (7/4/2023).
Abdul Fickar kemudian membahas pasal yang dijerat jaksa pada AG, yaitu Pasal 355 Ayat (1) KUHP, juncto pasal 55 ayat 1. Pasal 355 KUHP berbunyi: Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Meski AG melakukan kontak fisik dalam hal penganiayaan berat, namun jaksa meyakini AG turut serta membantu Mario Dandy.
“Pasal 55 ayat 1 ini, bisa orang yang melakukan , bisa yang menyuruh melakukan, turut serta atau menjanjikan sesuatu kepada pelaku tindak pidana,” papar Abdul Fickar.
Abdul Fickar berpendapat dengan dakwaan pasal tesebut, maka ancaman hukuman penjara maksimal kepada terdakwa adalah 12 tahun. Namun karena AG masih berusia di bawah umur, maka ancaman hukuman maksimalnya adalah 6 tahun penjara atau setengah dari ancaman maksimal terhadap orang dewasa.
“Karena 6 tahun, maka tuntutan 4 tahun itu sama dengan dua per tiga dari ancaman hukuman maksimal. Menurut saya cukup adil jika AG dituntut 2/3 dari ancaman hukuman maksimal,” ucap Abdul Fickar.
AG Menangis di Sidang
Sebelumnya, AG (15) menangis saat membacakan pleidoi atau nota pembelaannya atas tuntutan yang diberikan jaksa. Hal itu diketahui dari Kuasa hukum AG, Mangatta Toding Allo.
“AG kondisinya pasti kalau hadir tadi pasti dia sehat namun di pembacaan pleidoi tadi beliau menangis,” kata Mangatta kepada wartawan di PN Jaksel, Kamis (6/3).
Mangatta mengatakan AG juga menyampaikan permohonan maaf dalam nota pembelaan yang dibacakan. Dia menuturkan orang tua AG juga ikut membacakan nota pembelaan tersebut.
“Maka kami tim penasihat hukum menyampaikan sendiri, orang tua dari anak AG juga membacakan pleidoinya sendiri yang disusun sendiri sama anak tadi menyampaikan sebagaimana perasaannya terhadap persidangan dalam perkara ini. Dia juga menyampaikan selalu dan mengulang-ulang terkait doanya terhadap anak David,” ujarnya.
Namun, tangisan AG itu tak membuat jaksa luluh. Jaksa tetap pada pendiriannya, menuntut AG hukuman empat tahun penjara.
Teguhnya pendirian jaksa itu diungkapkan Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Menanggapi pleidoi AG, jaksa disebut tetap mempertahankan tuntutan tersebut secara lisan.
“Nah setelah penasehat hukum terdakwa menyampaikan pembacaan pledoi, kemudian setelah selesai, hakim memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk menyampaikan apakah menanggapi secara tertulis atau lisan. Kan begitu. Dan ternyata dari penuntut umum menanggapi secara lisan. Inti pokoknya adalah bahwa mereka penuntut umum tetap pada tuntutan. Itu disampaikan secara lisan,” kata Pejabat Humas PN Jaksel, Djuyamto kepada wartawan di PN Jaksel.
(aud/fjp)