Jakarta –
UU Perbankan mengatur ketat data pribadi tidak boleh diintip, mirroring, apalagi disebar tanpa izin dari pihak yang berwenang. Namun bagaimana bila ada oknum yang melakukannya?
Hal itu sebagaimana diceritakan pembaca detik’s Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut pertanyaan lengkapnya:
Bagaimana langkah hukum jika ada penyalahgunaan data pribadi dalam perbankan oleh oknum perbankan?
Niki
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum kepada advokat Eric Manurung, S.H. Berikut jawabannya:
Terimakasih atas pertanyaan yang telah diajukan.
Dari pertanyaan atas peristiwa yang dikemukakan/disampaikan, secara singkat, dapat diketahui bahwa awalnya saudara hendak membuka tabungan di Bank A. Dan sudah diproses pembukaan tabungan tersebut, dengan data-data yang saudara berikan, dan dokumen-dokumen yang saudara tandatangani.
Di lain hal, saudara sebelumnya sudah memiliki tabungan di Bank B. Lalu, saudara hendak mengajukan kredit/pinjaman ke Bank B untuk membeli sepeda motor, dan setelah di lakukan BI checking, ternyata tercatat saudara sudah punya kredit/pinjaman dari Bank P sebesar 250 ribu/bulan. Di mana saudara merasa tidak pernah mengajukannya.
Dari kronologis singkat yang saudara sampaikan, maka langkah-langkah yang dapat saudara lakukan:
A. Saudara membuat surat keberatan, konfirmasi dan mendatangi kantor Bank A di mana saudara membuka rekening tersebut. menemui Pimpinan cabang dan staff yang diawal membantu saudara melakukan pembukaan rekening tabungan di Bank Permata tersebut. Saudara juga dapat memeriksa dokumen-dokumen yang saudara tandatangani, apakah yang diajukan surat tersebut dan sudah saudara tandatangani, hanya untuk pengajuan pembukaan tabungan atau juga termasuk pengajuan permohonan pinjaman/kredit (250 ribu/bulan). Jika ternyata saudara tidak melihat ada tandatangan dalam pengajuan pinjaman/kredit tersebut, atau jika ada tandatangan di atas nama saudara, namun bukan tandatangan saudara (dugaan dipalsukan), maka jelas, telah terjadi dugaan pelanggaran administrative Perbankan. Saudara dapat langsung meminta kepada pimpinan Bank Permata tersebut untuk menutup kredit dan melunasinya, karena tidak pernah saudara ajukan. Untuk hal ini saudara juga dapat mengajukan laporan/aduan ke Otoritas Jasa Keuangan maupun Bank Indonesia sebagai lembaga Pengawas Perbankan;
B. Jika dalam pertemuan di atas, ditemukan dengan jelas tandatangan saudara yang dipalsukan, maka dugaan pidana cukup kuat. Sehingga secara hukum (umum) saudara juga memiliki hak untuk mengajukan Laporan Polisi sebagaimana dugaan Pidana Pasal 263 s/d 266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), untuk mencari,menemukan siapa orang yang dapat dimintapertanggungjawaban atas adanya dugaan pemalsuan tandatangan/dokumen sehingga terjadi peminjaman/kredit sebesar 250 ribu/bulan. Secara khusus juga dapat dikenakan Pasal 68 jo 66 UU Perlindungan Data Pribadi No.27 tahun 2022 yang mengatur:
“Setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain, sebagaimana dimaksud Pasal 66, dipidana penjara paling lama enam tahun penjara, dan/atau pidana denda paling banyak enam milyar rupiah;
C. Saudara juga dapat melakukan Gugatan Keperdataan, terkait ganti Kerugian atas peristiwa yang saudara alami. Secara umum hal tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, secara khusus, diatur pula pada UU Perlindungan Data Pribadi Pada Pasal 12 dan Pasal 28, yaitu :
Pasal 12 : “Subjek data pribadi berhak menggugat dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan”
Pasal 28 : “Pengendali data pribadi, Wajib melakukan pemrosesan data pribadi sesuai dengan tujuan pemrosesan data pribadi”
Jika terdapat proses transaksi elektronik yang dilakukan oknum bank tersebut dalam proses terbit/timbulnya pinjaman/kredit, maka dapat dikenakan pula Pasal 38 UU ITE No.11/2008 jo UU 19/2016:
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
Namun, karena nilai kerugian yang relative tidak begitu besar, adalah lebih baik, kiranya permasalahan diselesaikan secara Mediasi Pertemuan di sebagaimana penjelasan point A di atas. Jika ternyata tidak ada titik temu, itikad baik penyelesaian permasalahan yang saudara alami, maka saudara memiliki hak-hak hukum untuk digunakan sebagaimana penjelasan point B dan C di atas pula.
Demikian penjelasan yang dapat disampaikan, kiranya dapat memberikan pemahaman atas permasalahan yang dialami. Semoga bermanfaat.
Eric Manurung, S.H.
Founder of BONAFIDE Law Office/ Anggota Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI)
Dasar hukum:
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer);
Undang-undang No.27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi;
Undang-undang No. 11/2008 Jo UU No.19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE)
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
|
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)