More

    Menang di MA, Digoyang di MK


    Jakarta

    Nasib warga Wawonii, Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra) tidak seindah alamnya. Setelah menang di Mahkamah Agung (MA), kini alam mereka digoyang di Mahkamah Konstitusi (MK). Bagaimana kasusnya?

    Pangkal masalah bermula saat Pemkab Konawe Kepulauan (Konkep) mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep). Isinya menetapkan alokasi ruang kegiatan pertambangan di daerah kawasan pesisir di Pulau Wawonii.

    Warga Wawonii dan elemen masyarakat kaget. Mereka tidak terima alamnya yang indah dirusak oleh industrialisasi yang mengeruk mineral Konawe Kepulauan. Sebanyak 30 orang yang mewakili masyarakat setempat menggugat Bupati Konawe Kepulauan dan DPRD Konawe Kepualauan ke MA. Tuntutannya satu yaitu agar alam Wawonii tidak masuk dalam wilayah yang dirusak. Gayung bersambut. Gugatan Warga dikabulkan.

    “Menyatakan Pasal 24 huruf d, Pasal 28, dan Pasal 36 huruf c Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi putusan MA itu yang dikutip detikcom, Senin (4/9/2023).

    Duduk sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Irfan Fachruddin dengan anggota Yosran dan Is Sudaryo.

    Di antara pasal yang dihapus yaitu Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi:

    (1) Kawasan pertambangan dan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d seluas 41 (empat puluh satu) hektar berupa Kawasan pertambangan logam terdapat di Kecamatan Wawonii Tenggara dan Kecamatan Wawonii Timur.

    (2) Pemanfaatan ruang kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam ketentuan umum zonasi dan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;
    (3) Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam peta rencana pola ruang sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII tang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Apa alasan MA menghapus sebagian Perda itu? Berikut pertimbangan Irfan Fachruddin-Yosran- Is Sudaryo:

    Bahwa terhadap dalil permohonan mengenai uji formil, objek permohonan berupa Perda RTRW Konkep 2/2021 tidak menyertakan naskah akademik dan uji publik dalam permohonan ini. Sedangkan Termohon tidak mengajukan bantahan dalam jawaban dan bukti. Oleh karena itu, Mahkamah Agung berpendapat Para Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya, sehingga dalil Para Pemohon tersebut harus dikesampingkan.

    Bahwa Perda RTRW Konkep 2/2021 yang menjadi objek permohonan ini dibentuk berdasarkan perintah Pasal 78 ayat (4) huruf c UU 26/2007, sehingga Termohon mempunyai kewenangan mengatur materi muatan norma objek permohonan;

    Bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan adalah terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan serta terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;

    Bahwa berdasarkan Pasal 35 UU 26/2007 dinyatakan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi;

    Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU 27/2007 Juncto UU 1/2014, Kabupaten Konawe Kepulauan termasuk kategori pulau kecil, yang prioritas pemanfaatannya sebagaimana termuat dalam Pasal 23 ayat (2), tidak satu pun menempatkan kegiatan pertambangan sebagai salah satunya;

    Bahwa secara filosofis, Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan pulau kecil termasuk wilayah yang rentan dan sangat terbatas sehingga membutuhkan perlindungan khusus. Segala kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, termasuk namun tidak terbatas pada kegiatan pertambangan dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity yang dalam teori hukum lingkungan harus dilarang untuk dilakukan, karena akan mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup di atasnya, baik flora, fauna, maupun manusianya. Bahkan juga mengancam kehidupan sekitar;

    Bahwa secara sosiologis, pemberlakuan objek permohonan tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan melahirkan kebijakan yang kontra- produktif, seperti kebijakan kegiatan usaha pertambangan. Jelas, hal ini sangat tidak sesuai dengan landasan sosiologis, karena masyarakat di wilayah kecamatan Wanonii telah lama bertani/berkebun;

    Bahwa secara yuridis, Pasal 4 huruf a UU 27/2007, yang dengan jelas mengatur bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan”. Ketentuan tersebut, secara expressive verbis menjelaskan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, in casu Pulau Wawonii setidak-tidaknya dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menjaga sistem ekologis secara berkelanjutan;

    Bahwa Pasal 23 ayat (2) UU 1/2014 mengatur pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan sebagai berikut:
    a. konservasi;
    b. pendidikan dan pelatihan;
    c. penelitian dan pengembangan;
    d. budi daya laut;
    e. pariwisata;
    f. usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, g. pertanian organik,
    h. peternakan; dan/atau
    i. pertahanan dan keamanan negara;

    Materi muatan pasal tersebut tidak mengatur tentang pertambangan;

    Bahwa Pasal 35 huruf k UU 27/2007 mengatur larangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya;

    Bahwa larangan sebagaimana termuat dalam Pasal 35 huruf k mengenai sebab berpotensi menimbulkan larangan penambangan mineral, kerusakan lingkungan hidup, yang dalam literatur environtmentalism, dapat diuraikan sebagai kerusakan atas lingkungan hidup baik yang terjadi secara alamiah maupun disebabkan akibat kegiatan manusia, dan dapat dibedakan dampaknya yakni terhadap lingkungan fisik (physical environment), lingkungan biologis (biological environment), serta lingkungan sosial (social environment);

    Bahwa berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah Agung berpendapat objek permohonan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi;

    Menyatakan Pasal 24 huruf d, Pasal 28, dan Pasal 36 huruf c Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041 bertentangan dengan Pasal 4 huruf a, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

    “Memerintahkan Bupati Kabupaten Konawe Kepulauan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan merevisi Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041,” ujar MA.

    Apakah masalah di Wawonii selesai dengan putusan MA? Simak di halaman selanjutnya.



    Source link

    Latest articles

    spot_imgspot_img

    Related articles

    Leave a reply

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    spot_imgspot_img