Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong. (MPI/Fadli Ramadan)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas. Ini merupakan langkah maju dalam memastikan integritas dan keadilan dalam ekosistem media digital.
Untuk memastikan Perpres tersebut terealisasi dengan baik, Dewan Pers bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membentuk komite “Publisher Rights“. Komite ini akan beroperasi secara independen dari perusahaan platform digital, dengan fokus pada pengawasan implementasi peraturan yang telah ditetapkan.
Tugas utamanya mencakup pengawasan terhadap kinerja platform digital dalam menjalankan kewajiban mereka terhadap media massa, hingga membantu penyelesaian sengketa yang mungkin muncul. Komite ini juga bertanggung jawab untuk menerima masukan, membuat pertimbangan, dan mengikuti dinamika perkembangan pelaksanaan peraturan, sembari memastikan bahwa semua pihak merasa diperlakukan dengan adil.
Namun, apakah konten kreator di berbagai platform media sosial akan terdampak dari Perpres ini? Pasalnya, sejumlah konten kreator menggunakan berita atau artikel yang sudah dimuat pada platform media yang terverifikasi Dewan Pers dalam memberikan informasi.
“Jadi dalam pasal 1 Perpres ada diatur tuang lingkup yang berisi definisi-definisi. Dalam pasal satu disebutkan berita itu diproduksi oleh jurnalis yang bekerja untuk perusahaan pers. Perpres ini tidak menyasar konten kreator maupun konten yang diproduksi konten kreator itu. Mereka tidak masuk dalam ruang lingkup perpres,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Usman Kansong, di kantor Kominfo, Jumat (1/3/2024).
Ia menjelaskan konten kreator tidak terdampak Perpres tersebut karena tidak bekerja pada perusahaan pers yang terverifikasi Dewan Pers. Oleh sebab itu, apabila menggunakan sumber dari berita atau artikel dari perusahaan pers, maka tidak ada kaitannya dengan komite “Publisher Rights”.
“Kalau itu (pakai sumber dari perusahaan pers) urusannya perusahaan pers dengan konten kreator, bukan dengan platform. Artinya konten kreator mengambil berita secara sah atau tidak, mengutipnya dengan sumber atau tidak. Jika konten kreator mengambil berita tanpa izin, bisa saja perusahaan pers berurusan dengan konten kreator dan itu di luar yang diatur di Perpres,” ujarnya.
“Perpres itu kan tidak mengatur antara konten kreator dan perusahaan pers atau konten kreator dengan perusahaan digital. Contoh, New York Times menuntun OpenAi dan Microsoft karena ChatGPT mencuri informasi yang ditayangkan dan dimuat di New York Times. Jadi ini terkait copy rights, ini ada undang-undangnya,” sambung Usman.